KONSTITUSI & ASPEK-ASPEKNYA
MAKALAH
Dipresentasikan Pada Mata Kuliah
Civic Education
Dosen Pengampu : Zulqarnain, S. Ag, M. Hum
Di susun oleh: Kelompok 1 (Satu)
M. Arif Zulfikar
Dian Komalasari
Indah Suhardini
Hasan Yani
FAKULTAS
SYARIAH JURUSAN MUAMALAT
IAIN SULTHAN
THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2011/2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Dengan segala
kerendahan hati, izinkan penulis memanjatkan rasa syukur yang mendalam kepada
Allah SWT yang senantiasa membukakan pikiran dan hati untuk terus berjuang
dalam menegakakan agama-Nya serta makalah yang membahas tentang “Konstitusi dan
Aspek-Aspeknya” dapat penulis selesaikan. Shalawat serta salam tak pernah putus
kita sampaikan kepada pimpinan sekaligus guru peradaban dunia Nabi Muhammad SAW
yang banyak memberikan keteladanan dalam berfikir dan bertindak.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dan rekan-rekan yang membantu
penulis dalam memberikan masukan dan pendapat terhadap makalah ini.Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,
kepada para pembaca dan para pakar di mohon saran dan kritikan yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah dan guna meningkatkan kualitas dari makalah
ini.
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat dan bangsa.
Wasssalamu’alaikum Warohmatullah Wabarakatuh.
Jambi, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.................................................................... 4
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Konstitusi........................................................... 5
B.
Tujuan,
Fungsi dan Ruang Lingkup Konstitusi..................
C.
Perubahan
Konstitusi di Indonesia..................................... .
D.
Klasifikasi
Konstitusi...........................................................
C.
PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................. 11
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Definisi konstitusi adalah aturan dasar mengenai ketatanegaraan suatu
negara. Kedudukannya merupakan hukum dasar dan hukum tertinggi. Konstitusi
memiliki dua sifat yaitu kaku dan luwes. Adapun fungsi konstitusi adalah
membatasi kekuasaan dan menjamin HAM. Isinya berupa pernyataan luhur, struktur
dan organisasi negara, jaminan HAM, prosedur perubahan, dan larangan perubahan
tertentu. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia terdiri dari 1. UUD 1945
(Konstitusi I), 2. Konstitusi RIS 1949, 3. UUDS 1950, 4. UUD 1945 Amandemen.
Amandemen konstitusi terdiri dari pengertian, hasil-hasil dan sikap yang
seharusnya positif-kritis dan mendukung terhadap proses Amandemen UUD
1945. Pelaksanaan Konstitusi di Indonesia pernah terjadi penyimpangan,
yang mana bertujuan untuk menjadi pelajaran bagi masa depan.
Pesan Bijak :
1.
“Di dalam negara-negara yang mendasarkan
dirinya atas demokrasi konstitusional, UUD mempunyai fungsi yang khas yaitu
membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaan kekuasaan
tidak bersifat sewenang-wenang”. (Miriam Budiharjo).
2.
“Kekuasaan cenderung diselewengkan,
semakin besar kekuasaan, semakin besar kecenderungan untuk diselewengkan”. (Lord Acton)
BAB II
PEMBAHASAN
KONSTITUSI DAN ASPEK-ASPEKNYA
Oleh Kelompok 1
A. Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bhs. Inggris) – constitutie
(Bhs. Belanda) – constituer (Bhs. Perancis), yang berarti membentuk,
menyusun, menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau
disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar
susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan
keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan
untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut
ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak
tertulis berupa konvensi. [1]
Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu:[2]
1. Dalam arti luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti
keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar.
2.
Dalam arti sempit
(dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam dasar atau UUD, yaitu
suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara.
Pengertian konstitusi menurut para
ahli:[3]
1. K. C.
Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketaatnegaraaan suatu negara yang
berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara.
2. Herman
heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya
bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
3. Lasalle,
konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat
seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya
kepala negara angkatan perang, partai politik, dsb.
4.
Carl schmitt membagi konstitusi
dalam 4 pengertian yaitu:[4]
o
Konstitusi dalam arti absolut yaitu;
Konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan semua organisasi
yang ada di dalam negara, konstitusi sebagai bentuk negara, konstitusi sebagai
faktor integrasi, konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang
tertinggi di dalam negara .
o
Konstitusi dalam arti relatif dibagi
menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis
agar haknya dapat dijamin oleh penguasa dan konstitusi sebagai sebuah
konstitusi dalam arti formil (konstitusi dapat berupa tertulis) dan konstitusi
dalam arti materiil (konstitusi yang dilihat dari segi isinya).
o
konstitusi dalam arti positif adalah
sebagai sebuah keputusan politik yang tertinggi sehingga mampu mengubah tatanan
kehidupan kenegaraan.
o
konstitusi dalam arti ideal yaitu
konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi serta perlindungannya.
B.
Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup
Konstitusi
1.
Tujuan Konstitusi
Konstitusi
adalah hukum yang dianggap paling penting tingkatannya, maka tujuan konstitusi
sebagai hukum tertinggi itu juga mencapai dan mewujudkan tujuan tertinggi.
Tujuan tersebut adalah keadilan, ketertiban dan perwujudan nilai-nilai ideal
seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama,
sebagaimana yang dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara.[5]
Menurut
Maurice Hauriou, menyatakan bahwa tujuan konstitusi adalah untuk menjaga
keseimbangan antara ketertiban, kekuasaan, dan kebebasaan.[6]
Kebebasan
individu warga negara harus dijamin, tetapi kekuasaan negara juga harus berdiri
tegak, sehingga tercipta tertib bermasyarakat dan bernegara. Ketertiban itu
sendiri terwujud apabila dipertahankan
oleh kekuasaan yang efektif dan kebebasan warga negara tetap tidak terganggu.
Maka dari itu G. S Dipolo merumuskan tujuan konstitusi yaitu: Kekuasaan,
perdamaian, keamanan dan ketertiban, kemerdekaan, keadilan serta kesejahteraan.[7]
2.
Fungsi Konstitusi
Fungsi pokok
konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Pemerintah sebagai
suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, terkait
oleh beberapa pembatasan dalam konstitusi negara sehigga menjamin bahwa
kekuasaan yang dipergunakan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan. Dengan
demikian diharapkan hak-hak warganegara akan terlindungi.[8]
3.
Ruang Lingkup Konstitusi
Dalam berbagai
literatur hukum tata negara maupun ilmu politik ruang lingkup paham konstitusi
(konstitusionalisme) meliputi:[9]
o
Kekuasaan tunduk pada
hukum;
o
Jaminaan dan
perlindungan hak-hak asasi manusia;
o
Peradilan yang bebas
dan mandiri; dan
o
Akuntabilitas publik
(pertanggungjawaban kepada rakyat) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan
rakyat.
C. Perubahan Konstitusi di Indonesia
“Usul perubahan pasal-pasal UUD
dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3
dari jumlah anggota MPR.[10] Untuk
mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota MPR.”[11]
Dalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau Undang-undang Dasar 1945 yang
diberlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dan masa
berlakunya di Indonesia, yakni dengan rincian sebagai berikut:[12]
1. Undang-undang
dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949);
2. Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950);
3. Undang-undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959);
4. Undang-undang
Dasar 1945 (5 Juli 1959 - 19 Oktober 1999);
5. Undang-undang
Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000);
6. Undang-undang
Dasar 1945 dan Perubahan II (18 Agustus 2000-9 Nopember 2001);
7. Undang-undang
Dasar 1945 dan perubahan III (9 Nopember 2001-10 Agustus 2002);
8. Undang-undang
Dasar 1945 dan perubahan IV (10 Agustus 2002).
Dan, dalam sejarah
perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-Undang yang pernah
berlaku, yaitu :
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
(Penetapan
Undang-Undang Dasar 1945)
Saat Republik Indonesia
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik yang baru ini belum
mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945
Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia setelah mengalami beberapa proses.[13]
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
(Penetapan konstitusi
Republik Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru
Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang
menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba
untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia
Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut
maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948.
Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia
Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia
itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.[14]
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
(Penetapan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950)
Periode federal dari
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan
sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945
menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak
bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini
mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi
berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas
perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah
suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang
kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite
nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia
Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru
itu pada tanggal 17 Agustus 1950.[15]
4. Periode 5 Juli 1959 – sekarang
(Penetapan berlakunya
kembali Undang-Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden
5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan
pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.[16]
Melalui beberapa perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.[17]
D.
Klasifikasi Konstitusi
Konstitusi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1)
Konstitusi tertulis dan tidak
tertulis. Konstitusi tertulis merupakan suatu instrument atau dokumen yang
dapat dijumpai pada sejumlah hokum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para
penyusun konstitusi dengan tujuan untuk memberikan ruang lingkup seluas mungkin
bagi proses undang-undang biasa untuk mengembangkan konstitusi itu sendiri
dalam aturan-aturang yang sudah disiapkan. Konstitusi tidak tertulis dalam
perumusannya tidak membutuhkan proses yang panjang misalnya dalam penentuan
Qourum, Amandemen, Referendum dan konvensi.[18]
2)
Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi
Kaku. Konstitusi fleksibel yaitu elastis karena dapat menyesuaikan diri dan
dapat diumumkan serta diubah dengan cara yang sama seperti UU. Sedangkan
konstitusi kaku (rigid) yaitu mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih
tinggi dan peraturan undang-undang yang lain dan hanya dapat diubah dengan cara
yang khusus, istimewa dan persyaratan yang berat.[19]
3)
Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi
derajat tidak tinggi. Konstitusi derajat tinggi ialah konstitusi yang mempunyai
derajat kedudukan yang paling tinggi dalam Negara dan berada diatas peraturan
perundang-undang yang lain. Konstitusi tidak derajat tinggi ialah konstitusi
yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat.[20]
4)
Konstitusi serikat dan konstitusi
kesatuan. Jika bentuk Negara itu serikat maka akan didapatkan system pembagian
kekuasaan antara pemerintah Negara serikat dengan pemerintah Negara bagian. Dalam
Negara kesatuan, pembagian kekuasaan tidak dijumpai karena seluruh kekuasaannya
terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.[21]
5)
Konstitusi sistem pemerintahan presidensial
dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer. Konstitusi yang mengatur beberapa
ciri-ciri system pemerintahan presidensial dapat diklasifikasikan kedalam
konstitusi sistem pemerintah presidensial begitu pula sebaliknya.[22]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
konstitusi
adalah keseluruhan sistem ketaatnegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan
peraturan yang membentuk mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu
negara.
Tujuan
tersebut adalah keadilan, ketertiban dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti
kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama,
sebagaimana yang dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara. Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang dan menjaga hak warga negara. Ruang lingkup paham konstitusi (konstitusionalisme) meliputi: Kekuasaan
tunduk pada hukum; Jaminaan dan perlindungan hak-hak asasi manusia; Peradilan
yang bebas dan mandiri; dan Akuntabilitas publik (pertanggungjawaban kepada
rakyat) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.
Konstitusi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut : Konstitusi tertulis dan tidak tertulis, Konstitusi Fleksibel
dan Konstitusi Kaku, Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak
tinggi, Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan, Konstitusi sistem
pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairul. 1999. Konstitusi dan Kelembagaan Negara.
Jakarta: CV Novindo Pustaka Mandiri.
Assiddiqie,
Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Konstitusi
Press.
Budiyanto.
2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga.
Dipolo. 1991. Ilmu
Negara. Jakarta: Balai Pustaka.
Kansil, C. S. T. dan Christine S. T. Kansil. 2000. Hukum Tata
Negara Republik Indonesia I. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kusnardi,
Mohammad, dan Hamaily Ibrahim. 1985. Hukum Tata Negara. Jakarta: CV
Sinar Bhakti.
Radjab, Dasril. 1994. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Sumber- Sumber:
http://maphiablack.blogspot.com/2012/05/konstitusi-dan-tata-perundang-undangan.html, akses 15 Oktober 2012, pukul 21:16.
Destri
Wulandari, “Konstitusi” http://blog.unila.ac.id/redha/pengertian-konstitusi, akses 12 Oktober 2012, Pukul 20:46.
Undang-undang
Dasar 1945.
[1] Chairul Anwar,
Konstitusi dan Kelembagaan Negara, ( Jakarta: CV Novindo Pustaka
Mandiri, 1999), hlm. 34.
[2] Ibid.
[3] Dasril Radjab,
Hukum Tata Negara Indonesia, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), hlm.
37-38.
[4] C. S. T.
Kansil dan Christine S. T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 1,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 60-62.
[5] Jimly Assiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (
Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 149.
[7] Dipolo, Ilmu
Negara, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 23.
[8] Budiyanto, Pendidikan
Kewarganegaraan, ( Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 98.
[9]http://maphiablack.blogspot.com/2012/05/konstitusi-dan-tata-perundang-undangan.html, akses 15 Oktober 2012, pukul 20:46.
[10] Undang-Undang
Dasar 1945, BAB XVI tentang Perubahan UUD, ayat (1).
[11] Undang-Undang
Dasar 1945, BAB XVI tentang Perubahan UUD, ayat (3).
[12] Destri
Wulandari, “Konstitusi” http://blog.unila.ac.id/redha/pengertian-konstitusi, akses 12
Oktober 2012, Pukul 20:46.
[13] Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata NegaraI, (Jakarta:
CV Sinar Bhakti, 1985), hlm. 87.
[14] Ibid.
[16] Ibid.,
hlm. 87.
[17]http://maphiablack.blogspot.com/2012/05/konstitusi-dan-tata-perundang--undangan.
html , akses 15 Oktober 2012, pukul 21:16.
[18] Dasril Radjab,
Hukum Tata..., hlm. 44.
[19] Ibid.,
hlm. 45-46.
[21] Ibid.
[22] Ibid. hlm.
48.