Naruto

Naruto

Rabu, 27 Maret 2013

KONSTITUSI & ASPEK-ASPEKNYA


KONSTITUSI & ASPEK-ASPEKNYA

MAKALAH
Dipresentasikan Pada Mata Kuliah
Civic Education

Dosen Pengampu : Zulqarnain, S. Ag, M. Hum
 










Di susun oleh: Kelompok 1 (Satu)
M. Arif  Zulfikar
Dian Komalasari
Indah Suhardini
Hasan Yani



FAKULTAS SYARIAH JURUSAN MUAMALAT
IAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2011/2012
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
            Dengan segala kerendahan hati, izinkan penulis memanjatkan rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT yang senantiasa membukakan pikiran dan hati untuk terus berjuang dalam menegakakan agama-Nya serta makalah yang membahas tentang “Konstitusi dan Aspek-Aspeknya” dapat penulis selesaikan. Shalawat serta salam tak pernah putus kita sampaikan kepada pimpinan sekaligus guru peradaban dunia Nabi Muhammad SAW yang banyak memberikan keteladanan dalam berfikir dan bertindak.
            Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dan rekan-rekan yang membantu penulis dalam memberikan masukan dan pendapat terhadap makalah ini.Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya.
            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kepada para pembaca dan para pakar di mohon saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah dan guna meningkatkan kualitas dari makalah ini.
            Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat dan bangsa.
Wasssalamu’alaikum Warohmatullah Wabarakatuh.

Jambi,   Oktober 2012


Penulis




DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.................................................................................     ii
DAFTAR ISI................................................................................................    iii

BAB I   :  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang....................................................................       4

BAB II  :  PEMBAHASAN
A.    Pengertian Konstitusi...........................................................      5
B.     Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Konstitusi..................      
C.     Perubahan Konstitusi di Indonesia.....................................       .       
D.    Klasifikasi Konstitusi...........................................................     
                                                                                                                   
C. PENUTUP
       Kesimpulan.............................................................................................      11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................    13






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Definisi konstitusi adalah aturan dasar mengenai ketatanegaraan suatu negara. Kedudukannya merupakan hukum dasar dan hukum tertinggi. Konstitusi memiliki dua sifat yaitu kaku dan luwes. Adapun fungsi konstitusi adalah membatasi kekuasaan dan menjamin HAM. Isinya berupa pernyataan luhur, struktur dan organisasi negara, jaminan HAM, prosedur perubahan, dan larangan perubahan tertentu. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia terdiri dari 1. UUD 1945 (Konstitusi I), 2. Konstitusi RIS 1949, 3. UUDS 1950, 4. UUD 1945 Amandemen. Amandemen konstitusi terdiri dari pengertian, hasil-hasil dan sikap yang seharusnya positif-kritis dan mendukung terhadap proses Amandemen UUD 1945.  Pelaksanaan Konstitusi di Indonesia pernah terjadi penyimpangan, yang mana bertujuan untuk menjadi pelajaran bagi masa depan.
Pesan Bijak :
1.      “Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, UUD mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang”. (Miriam Budiharjo).
2.      “Kekuasaan cenderung diselewengkan, semakin besar kekuasaan, semakin besar kecenderungan untuk diselewengkan”. (Lord Acton)







BAB II
PEMBAHASAN
KONSTITUSI DAN ASPEK-ASPEKNYA
Oleh Kelompok 1

A.   Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bhs. Inggris) – constitutie (Bhs. Belanda) – constituer (Bhs. Perancis), yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak tertulis berupa konvensi. [1]

Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu:[2]
1.      Dalam arti luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar.
2.      Dalam arti sempit (dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam dasar atau UUD, yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara.
Pengertian konstitusi menurut para ahli:[3]
1.      K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketaatnegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
2.      Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
3.      Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik, dsb.
4.      Carl schmitt membagi konstitusi dalam 4 pengertian yaitu:[4]
o    Konstitusi dalam arti absolut yaitu; Konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan semua organisasi yang ada di dalam negara, konstitusi sebagai bentuk negara, konstitusi sebagai faktor integrasi, konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi di dalam negara .
o    Konstitusi dalam arti relatif dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis agar haknya dapat dijamin oleh penguasa dan konstitusi sebagai sebuah konstitusi dalam arti formil (konstitusi dapat berupa tertulis) dan konstitusi dalam arti materiil (konstitusi yang dilihat dari segi isinya).
o    konstitusi dalam arti positif adalah sebagai sebuah keputusan politik yang tertinggi sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan.
o    konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi serta perlindungannya.
B.     Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Konstitusi
1.      Tujuan Konstitusi
Konstitusi adalah hukum yang dianggap paling penting tingkatannya, maka tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga mencapai dan mewujudkan tujuan tertinggi. Tujuan tersebut adalah keadilan, ketertiban dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana yang dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara.[5]
Menurut Maurice Hauriou, menyatakan bahwa tujuan konstitusi adalah untuk menjaga keseimbangan antara ketertiban, kekuasaan, dan kebebasaan.[6]
Kebebasan individu warga negara harus dijamin, tetapi kekuasaan negara juga harus berdiri tegak, sehingga tercipta tertib bermasyarakat dan bernegara. Ketertiban itu sendiri  terwujud apabila dipertahankan oleh kekuasaan yang efektif dan kebebasan warga negara tetap tidak terganggu. Maka dari itu G. S Dipolo merumuskan tujuan konstitusi yaitu: Kekuasaan, perdamaian, keamanan dan ketertiban, kemerdekaan, keadilan serta kesejahteraan.[7]
2.      Fungsi Konstitusi
Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Pemerintah sebagai suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, terkait oleh beberapa pembatasan dalam konstitusi negara sehigga menjamin bahwa kekuasaan yang dipergunakan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan. Dengan demikian diharapkan hak-hak warganegara akan terlindungi.[8]
3.      Ruang Lingkup Konstitusi
Dalam berbagai literatur hukum tata negara maupun ilmu politik ruang lingkup paham konstitusi (konstitusionalisme) meliputi:[9]
o   Kekuasaan tunduk pada hukum;
o   Jaminaan dan perlindungan hak-hak asasi manusia;
o   Peradilan yang bebas dan mandiri; dan
o   Akuntabilitas publik (pertanggungjawaban kepada rakyat) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.
C.     Perubahan Konstitusi di Indonesia
Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.[10] Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.”[11]
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau Undang-undang Dasar 1945 yang diberlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya di Indonesia, yakni dengan rincian sebagai berikut:[12]
1.      Undang-undang dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949);
2.      Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950);
3.      Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959);
4.      Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959 - 19 Oktober 1999);
5.      Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000);
6.      Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan II (18 Agustus 2000-9 Nopember 2001);
7.      Undang-undang Dasar 1945 dan perubahan III (9 Nopember 2001-10 Agustus 2002);
8.      Undang-undang Dasar 1945 dan perubahan IV (10 Agustus 2002).
Dan, dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :
1.  Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
(Penetapan Undang-Undang Dasar 1945)
Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah mengalami beberapa proses.[13]
2.  Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
(Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.[14]
3.  Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
(Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950)
Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.[15]
4.  Periode 5 Juli 1959 – sekarang
(Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.[16]
Melalui beberapa perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.[17]
D.    Klasifikasi Konstitusi
Konstitusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1)      Konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis merupakan suatu instrument atau dokumen yang dapat dijumpai pada sejumlah hokum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para penyusun konstitusi dengan tujuan untuk memberikan ruang lingkup seluas mungkin bagi proses undang-undang biasa untuk mengembangkan konstitusi itu sendiri dalam aturan-aturang yang sudah disiapkan. Konstitusi tidak tertulis dalam perumusannya tidak membutuhkan proses yang panjang misalnya dalam penentuan Qourum, Amandemen, Referendum dan konvensi.[18]
2)      Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku. Konstitusi fleksibel yaitu elastis karena dapat menyesuaikan diri dan dapat diumumkan serta diubah dengan cara yang sama seperti UU. Sedangkan konstitusi kaku (rigid) yaitu mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan peraturan undang-undang yang lain dan hanya dapat diubah dengan cara yang khusus, istimewa dan persyaratan yang berat.[19]
3)      Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak tinggi. Konstitusi derajat tinggi ialah konstitusi yang mempunyai derajat kedudukan yang paling tinggi dalam Negara dan berada diatas peraturan perundang-undang yang lain. Konstitusi tidak derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat.[20]
4)      Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan. Jika bentuk Negara itu serikat maka akan didapatkan system pembagian kekuasaan antara pemerintah Negara serikat dengan pemerintah Negara bagian. Dalam Negara kesatuan, pembagian kekuasaan tidak dijumpai karena seluruh kekuasaannya terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.[21]
5)      Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer. Konstitusi yang mengatur beberapa ciri-ciri system pemerintahan presidensial dapat diklasifikasikan kedalam konstitusi sistem pemerintah presidensial begitu pula sebaliknya.[22]





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            konstitusi adalah keseluruhan sistem ketaatnegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
            Tujuan tersebut adalah keadilan, ketertiban dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana yang dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara. Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang dan menjaga hak warga negara. Ruang lingkup paham konstitusi (konstitusionalisme) meliputi: Kekuasaan tunduk pada hukum; Jaminaan dan perlindungan hak-hak asasi manusia; Peradilan yang bebas dan mandiri; dan Akuntabilitas publik (pertanggungjawaban kepada rakyat) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.
Konstitusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Konstitusi tertulis dan tidak tertulis, Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku, Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak tinggi, Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan, Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairul. 1999. Konstitusi dan Kelembagaan Negara. Jakarta: CV Novindo Pustaka Mandiri.
Assiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Konstitusi Press.
Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga.
Dipolo. 1991. Ilmu Negara. Jakarta: Balai Pustaka.
Kansil, C. S. T. dan Christine S. T. Kansil. 2000. Hukum Tata Negara Republik Indonesia I. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kusnardi, Mohammad, dan Hamaily Ibrahim. 1985. Hukum Tata Negara. Jakarta: CV Sinar Bhakti.
Radjab, Dasril. 1994. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sumber- Sumber:
Destri Wulandari, “Konstitusi” http://blog.unila.ac.id/redha/pengertian-konstitusi, akses 12 Oktober 2012, Pukul 20:46.
Undang-undang Dasar 1945.


[1] Chairul Anwar, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, ( Jakarta: CV Novindo Pustaka Mandiri, 1999), hlm. 34.
[2] Ibid.
[3] Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), hlm. 37-38.
[4] C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 1, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 60-62.
[5] Jimly Assiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, ( Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 149.
[6] Ibid., hlm. 150.
[7] Dipolo, Ilmu Negara, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 23.
[8] Budiyanto, Pendidikan Kewarganegaraan, ( Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 98.
[10] Undang-Undang Dasar 1945, BAB XVI tentang Perubahan UUD, ayat (1).
[11] Undang-Undang Dasar 1945, BAB XVI tentang Perubahan UUD, ayat (3).
[12] Destri Wulandari, “Konstitusi” http://blog.unila.ac.id/redha/pengertian-konstitusi, akses 12 Oktober 2012, Pukul 20:46.
[13] Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata NegaraI, (Jakarta: CV Sinar Bhakti, 1985), hlm. 87.
[14] Ibid.
[15]Ibid.
[16] Ibid., hlm. 87.
[18] Dasril Radjab, Hukum Tata..., hlm. 44.
[19] Ibid., hlm. 45-46.
[20] Ibid., hlm. 46-47.
[21] Ibid.
[22] Ibid. hlm. 48.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar